Kamis, 20 Oktober 2011

SENI DAN BUDAYA UNTUK BERANI MENJADI INDONESIA


SEBELUM MEMBACA, ADA BAIKNYA JIKA ANDA TIDAK MENILAINYA DARI SEGI SUBJEKTIF
(Jangan membenci dan Jangan Menyenangi, NETRALKAN DIRI ANDA TERLEBIH DAHULU).
MARI KITA BERDISKUSI. SILAHKAN BERARGUMEN MENURUT KEYAKINAN DAN PENGERTIAN ANDA.
SEBELUM ANDA MEMBANTAH TULISAN INI, ADA BAIKNYA JIKA ANDA MENBACANYA DARI AWAL HINGGA AKHIR DAN BENAR-BENAR MEMAHAMINYA.
MARI KITA MULAI…..
BUDAYA. Menarik sekali ketika kita mendengar kata tersebut, kadang kata tersebut menggetarkan hati kita ketika diucapkan. Bahkan “Budaya” telah kita anggap sebagai sesuatu yang “Sakral” untuk selalu kita jaga, kita lindungi, dan kita lestarikan. Bahkan kita (mungkin) beribu-ribu kali mengucapkan kalimat “Kita sebagai Insan Seni, harus menjunjung tinggi dan selalu melestarikan Budaya”. Dan saya-pun sebagai salah satu anggota dari komunitas seni mengakuinya sering mengucapkan kalimat “Mujarab” tersebut.
Sangking seringnya mengucapkan kalimat “mujarab” tersebut, dalam hati saya muncul pertanyaan, “Apa itu “Budaya”(dalam tanda kutip), dan kenapa aku harus menjaga dan melestarikannya”? Lalu timbul lagi pertanyaan dalam diri saya “Kenapa saya sebagai insan seni yang tergabung dalam komunitas seni harus melestarikan Budaya, apakah ada hubungan yang khusus antara Budaya dan Seni itu sendiri”?
Lalu, Apa sih yang dimaksud dengan BUDAYA itu? BUDAYA menurut saya (Saya tidak peduli dengan teori yang di tulis dalam buku dan digembar-gemborkan oleh dosen di bangku kuliah/Sekolah), “tidak selalu” berupa karya seni, keindahan, kebaikan, atau apapun itu yang menurut ilmu-ilmu yang diberikan di bangku pendidikan merupakan suatu kebiasaan “baik” yang di-amien-i oleh banyak orang. Tapi menurut saya, “BUDAYA Adalah suatu kebiasaan (Baik atau-pun Buruk) yang dilakukan oleh sekelompok orang dan dilakukan secara turun-temurun. Entah itu kebiasaan ngopi, kebiasaan malas, kebiasaan rajin, kebiasaan plagiat, kebiasaan bekerja keras, kebiasaan santai, kebiasaan korup, kebiasaan judi, kebisaan glamour, bahkan menurut saya mandi pun merupakan sebuah kebudayaan. (Jangankan Mandi, cara-cara buang air besar-pun merupakan sebuah kebudayaan).
Oke untuk memperkuat teori tersebut di atas, Memang benar jika Budaya itu adalah suatu kebiasaan yang di anggap baik atau diterima oleh orang banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kebiasaan itu juga dianggap jelek bagi sekelompok orang lain. Kita ambil contoh “Judi”. Di Indonesia “Judi” dikatakan sebagai “Kebiasaan Buruk” (Oleh Peraturan Perundang-Undangan), yang sebenarnya dianggap baik juga oleh tidak sedikit Penduduk kita. Tapi bagaimana dengan di Negara Asing, Apakah di Las Vegas atau Singapore Kebiasaan Berjudi adalah Kebiasaan yang Buruk…?! Saya rasa Tidak demikian… Percayalah, cara-cara buang air (dari ketika kebelet sampai cebok) di setiap Negara itu  berbeda-beda. Misal: Orang Indonesia Cebok pake air, sedangkan orang Amerika cebok pake Tisu toilet. Hehe…
(Ada yang tidak setuju dengan teori atau argument ini dengan dalil teori dari buku terkenal atau menurut dosen Sistem Sosial Budaya tidak seperti itu, atau mempunyai dalil tersendiri? SILAHKAN, toh orang-orang yang terkenal karena suatu teori juga berdalih bukan berdasar dari teori orang lain, lalu kenapa kita tidak boleh berteori sendiri...hehehe)
Maksud saya di sini adalah “Budaya” itu bukan selalu karya seni atau seni. Budaya ya budaya, sedangkan Seni ya seni. Saya yakin dari sini mungkin ada yang setuju atau tidak dengan pernyataan ini. Mungkin ada yang bilang “Siapa yang mencampur-adukkan antara Budaya dan Seni? Aku tidak merasa mencampur adukkan kok”. Jawaban Saya, BAGUS kalau anda berfikiran seperti itu.
Nah, permasalahannya di sini: “Kita sebagai insan seni kenapa mengharuskan kita untuk menjunjung tinggi budaya dengan salam pembeda (Saya katakana sebagai salam pembeda, mungkin karena alasan kita memakai salam tersebut hanya untuk membedakan kita dari komunitas yang lain), yaitu “SALAM BUDAYA” kenapa bukan “SALAM SENI” atau jika dirasa kurang asyik kita gunakan aja “SALAM KREATIFITAS”, atau apa saja lah yang jelas berhubungan langsung dengan Seni”? Lalu Budaya yang seperti apa yang kita usung dalam salam tersebut, yang jelas Budaya yang baik-baik ya? Lalu kenapa tidak “SALAM BUDAYA YANG BAIK-BAIK”, mungkin alasannya terlalu kepanjangan ya”? hehehehe, jangan terlalu sepaneng, mari kita tertawa..
Oke kita kesampingkan dulu “pencampur-adukan” tersebut. Mari kita coba membahas “SENI atau KESENIAN”. Jika kita berbicara tentang seni, waw luar biasa kedengarannya. Sesuatu yang megah, artistik, mahakarya, keindahan, luapan jiwa, ekspresi, atau apapun itu yang jelas, terdengar sangat ekslusif dan hmmmmmm…. tidak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata sangking indahnya. Ada sebagian yang mengatakan seni adalah sebuah hasta dan karya manusia yang mewakili dari luapan ekspresi seseorang atau seniman tersebut dan ditunjukkan dalam keindahan berupa, lukisan, tarian, syair, puisi, teater atau apapun itu yang berupa keindahan yang byuh byuh byuh pokoknya.
Ooooh, saya sedikit mengerti sekarang kenapa “Seni” dikawinkan dengan “budaya”. Mungkin para budayawan kita mengharapkan Kita sebagai manusia yang memiliki bangsa dan Negara dalam mengekspresikan seni, kita tidak boleh keluar dari jalur-jalur kebudayaan bangsa kita, dengan tujuan agar Moral Kita tidak Rusak karena Budaya-budaya Asing yang masuk. Kalau memang benar begitu, maka saya menyimpulkan bahwa “Kita” sebagai insan seni harusnya menjaga nilai-nilai budaya leluhur kita yaitu “KEPRIBADIAN TIMUR, atau dalam bahasa Jawa-nya “KAPRIBADEN KATIMRUAN”.
Waw, hebat sekali para budayawan kita memang. Saya sangat setuju kalau seperti itu kayaknya. Saya menyadari akhirnya betapa pentingnya menjaga kebudayaan agar tidak terkontaminasi oleh kebudayaan-kebudayaan yang buruk dan dapat merusak moral bangsa kita tercinta Bangsa Indonesia, seperti misalnya Budaya Judi, Korupsi, atau apapun itu yang bisa merusak keorisinilan Bangsa kita. Kenapa lewat seni? Karena dengan Seni kita mudah menyampaikan, dan bisa lebih mudah diterima oleh banyak orang, Dan juga Seni merupakan sebuah gambaran atau perwujudan dari kebudayaan yang dialami, diresapi, dirasakan dan atau di saksikan oleh si Seniman tersebut. Tapi sekali lagi benarkah seperti itu eksekusi-nya?
Mari Kita sejenak meninggalkan “Idealisme” kita yang “Semu”. Kenapa saya katakan idealisme kita adalah idealisme yang semu? Maksud saya begini, Oke kita sepakat dalam berkesenian harus menjaga dan tidak boleh keluar dari jalur-jalur Kebudayaan Leluhur kita Bangsa Indonesia. Lalu eksekusinya bagaimana? Apakah benar kita menjalankan “Idealisme” kita tersebut pada jalur yang telah kita yakini itu? Yakin sudah menjaga ekspresi seni kita dalam jalur kebudayaan yang telah kita amien-ni tersebut?
Lalu apa saja sih Kebudayaan Bangsa Indonesia itu? (kali ini saya benar-benar bertanya, saya sendiri kurang tau, dan jika anda tidak mau menjawabnya-pun saya masih tetap akan mencari jawaban itu). Yang saya tau, yang jelas Budaya Bangsa Indonesia kita Tercinta ini bukanlah Rasta, bukan Urban Culture, bukan Budaya sok Imut dan Manjanya Korea (paling kelihatan kalau sedang foto), bukan pula Budaya Industrial, atau-pun Budaya Harajuku… ada lagi yang mau menambahkan, silahkan…
Alah tidak usah munafik, lha wong saya sendiri juga pernah gandrung juga kok dengan budaya asing tersebut, santai saja tidak usah merasa bersalah, kita masih punya waktu kok untuk membangkitkan kembali Nilai-nilai Kebudayaan yang diwariskan Leluhur Kita Bangsa Indonesia. Yang penting adalah semangat, kemauan dan eksekusi kita untuk menjalankan Idealisme kita tersebut agar tidak menjadi Semu.
Nah benar sekali, saya juga tergolong “munafik” karena pernah “gandrung” juga dengan budaya-budaya asing tersebut. Tidak masalah kita sekedar menggandrungi Budaya asing, dengan catatan Kita juga harus Menjunjung Tinggi Budaya Katimuran Kita dan harus selalu menjaganya. Yang jelas, hanya dengan “MENJAGANYA SAJA TIDAK CUKUP”, tapi kita juga perlu untuk “MEMPERJUANGKANNYA”. Maka dari sini, mari kita ubah kata “Gandrung” tersebut menjadi “Menghargai” Saja. Dan tidak masalah kita pernah munafik, yang terpenting adalah tindakan kita selanjutnya Apa....
Keuntungannya Apa? Dengan Menjaga dan Memperjuangkan Kebudayaan Tanah Air kita, maka apa yang akan kita perjuangkan ini “Juga” akan “DIHARGAI” bahkan “DIGANDRUNGI” Oleh Bangsa Asing.
Tidak masalah jika kita merasa “MUNAFIK”, itu berarti jiwa, semangat, dan keyakinan kita untuk bangkit sedang “BEREAKSI”. Tidak Masalah bagaimana-pun kita di masa lalu. Intinya, “TIDAK PENTING POSISI KITA DI MASA LALU DI MANA ATAU SEPERTI APA, TAPI YANG TERPENTING ADALAH POSISI APA YANG AKAN KITA AMBIL  MULAI DETIK INI,LANGKAH APA YANG HARUS KITA AMBIL MULAI DETIK INI, DAN BAGAIMANA EKSEKUSIYANG HARUS KITA LAKUKAN”.
Hehehe, silahkan menertawakan tulisan ini, atau mungkin menghina dengan celaan “Sok Idealis, Metaok (Sok Pinter), Metuwek (Sok Dewasa/ Sok Bijak), atau Cuma sedikit bergumam sambil bilang “woeess wat megawat Arie Ardhana al Kepet bin Obrek iki.” SILAHKAN apa-pun itu akan Saya Terima.
Saya hanya ingin menantang anda untuk “BERANI MENJADI INDONESIA.

0 komentar:

Posting Komentar