Jumat, 04 November 2011

5 Pelukis Perempuan Lampung Gelar Demokrasi Kre-ASI

Di tengah gegap gempita Pemilu para pelukis perempuan Lampung hadir unjuk kebolehan. Kesetaraan memang tak hanya sebatas panggung politik, tetapi ranah kesenian juga bisa dijadikan medan untuk meningkatkan kuota peran kaum perempuan.

Gelaran pameran yang diusung Komite Senirupa Dewan Kesenian Lampung kerja bareng Mediart dan didukung Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dan Class Mild ini ditaja di Taman Budaya Lampung, Jalan Cut Nyak Din 24, Palapa, Bandar Lampung.

Menurut Ketua Panitia dari Mediart Dwi P Prasetya ,pameran yang berlangsung 21- 27 April 2009 mengusung tema Demokrasi Kre-ASI (akan sentuhan ibu) ini diikuti 5 pelukis perempuan yaitu Tince Jonshon, Ina Yosuha, Ayu Sasmita, Lila dan Sisna Ningsih.

Pameran ini diharapkan menjadi ajang gelar karya dan dialog antara penekun dan masyarakat. “Kami dari Mediart bangga bisa menyembatani proses dan menyajikan perhelatan pameran ini,” ujar Dwi.

Pada pameran yang bakal dibuka Ketua Umum DKL Hj Syafariah Widianti, SH, MH ini akan menaja 40 lukisan karya 5 perupa wanita dengan berbagai ragam aliran. Menurut Atu Ayi—panggilan akrab Syafariah Widianti--- peristiwa pameran ini akan menambah lembar sejarah jagad seni rupa lampung. ” Eksistensi 5 perupa perempuan yang hadir menaja karya-karyanya dalam pameran kali ini akan mendapat apresiasi dalam takaran perjakan jagad senirupa Lampung,” ujar Atu Ayi.

Kelima pelukis perempuan ini, lanjut Atu Ayi patut mendapat acungan jempol. Ternyata di tengah kesibukan domestiknya sebagai ibu rumah tangga, bisa unjuk peran menumbuhkembang ranah seni rupa di Lampung. ”Gebrakan mereka berpameran sebagai salah satu wujud emansipasi kreatif, Ini merupkan bukti perjuangan dan keseriusan dan berkarya,” imbuh Ayu Ayi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Ir.Jonhson Napitupulu, MSc menyambut gembira sekaligus menghargai atas prakarsa 5 perupa perempuan menghadirkan pameran lukisan yang bertajuk ”Demokrasi Kre –ASI”. ”Mudah-mudahan pameran ini dapat dijadikan ajang apresiasi dan pembelajaran sehingga pada gilirannya nanti bisa muncul pelukis perempuan dari Lampung yang mewarnai ranah seni rupa Indonesia,” ujar Ir. Jonhson Napitupulu . MSc.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung Drs. M. Natsir Ari mengatakan, peristiwa budaya seperti pameran lukisan Demokrasi Kre-ASI ini merupakan salah satu rangkaian acara pendukung Visit Lampung Yaer 2009. Perisitiwa ini selain menunjukkan perkembangan seni rupa Lampung juga dapat dijadikan salah satu pilihan untuk mengenal Lampung lebih dekat. Untuk itu, pihaknya memberi penghargaan yang tinggi pada seniman dan pihak penyelenggara. ”Diharapkan ke depan Lampung juga bisa dikenal lewat dunia kesenian antara lain lewat ranah seni rupa,” ujar M.Natsir Ari. (chris)


Contac Person
Christian Heru Cahyo Saputro
chris_lampunk@yahoo.co.id, grcpb.pondsite@cpp.co.id
 

1.  Kategori foto: Seni Rupa -> Dua-D: Wayang-Gambar-Kaligrafi
Gerak Lucu Wayang Golek
Pada masa lalu, gerak-gerak wayang golek umumnya terbatas pada tangan, kepala, dan tubuh yang diputar atau dinaik-turunkan sedikit seperti orang bernafas. Tapi, sejak ahir tahun 1970an bagian tubuh yang bisa digerakkan itu lebih banyak lagi, seperti kepala yang bisa tunduk-tengadah atau miring kiri-kanan (sebelumnya hanya tengok kiri-kanan). Juga mulut yang bisa terbuka-tertutup. Tapi perubahan itu hanya pada wayang-wayang lucu, seperti panakawan dan raksasa. Foto ini adalah panakawan Pandawa (kiri ke kanan: Semar, Cepot, Dageng, Dawala), dalam format GIF (animasi).
Fotografer: Zulkifli



2.  Kategori foto: Seni Rupa -> Dua-D: Wayang-Gambar-Kaligrafi
Gerak Mulut Wayang Sasak
Untuk beberapa karakter, biasanya yang lucu-lucu, seperti panakawan atau penasar, mulut wayang kulit bisa digerak-gerakkan dengan teknologi sederhana, seutas benang dan mulut tersebut memakai pegas bambu sebagi pir. Foto ini adalah dari wayang Sasak di Lombok, merupakan tokoh-tokoh "orang desa" atau rakyat kebanyakan, yang tidak bernama tetap dan tidak mesti berhubungan dengan alur cerita pokok yang dilakokkan. Gerakan mulut ketika pertunjukan bersamaan dengan kata-kata dialognya, sehingga seperti dalam fil kartun atau animasi--seperti halnya foto ini diedit dalam gif-animasi.
Fotografer: Zulkifli



3.  Kategori foto: Seni Rupa -> Dua-D: Wayang-Gambar-Kaligrafi
Sekar Diu - Wayang Sasak
Sekar Diu ("Bunga Raksasa") adalah nama kuda tunggangan Wong Agung Menak (Amir Hamzah), tokoh utama dalam cerita Menak yang dibawakan dalam wayang Sasak, Lombok, NTB
Fotografer: Fery



4.  Kategori foto: Seni Rupa -> Tiga-D: Patung-Boneka
Topeng Cupak
Topeng Cupak adalah yang dipakai oleh Cupak dalam pertunjukan Cupak-Gurantang; yakni cerita dua kakak-beradik yang sangat berbeda karakternya. Cupak, memakai topeng, yang sulung dan serakah berlaku curang pada adikhya, Gurantang (tak bertopeng). Di Bali juga terdapat pertunjukan Cupak-Grantang, ceritanya sama, tapi tidak memakai topeng.
Fotografer: Fery



5.  Kategori foto: Alat Musik -> Idiofon
Gangsa dari Filipina
Gong bermuka rata (tanpa pencon) terdapat di wilayah utara Filipina (selain yang paling banyak di Asia Timus: China, Korea, Jepang). Pembuatannya, umumnya dicetak gukan ditempa, tapi kemudian ditempa bagian-bagian tertentu, dan ada yang membuat sebuah pola spiral seperti salah satu foto di atas. (Dari Gong koleksi Jose Maceda, Etnomusicology Center The University of Philippines).
Fotografer: Fery



6.  Kategori foto: Seni Rupa -> Perhasan-Kostum
Topi dari Asia Tenggara
Topi tidak hanya memiliki fungsi praktis, untuk melindungi diri dari panas dan hujan, melainkan memiliki makna kultural. Bukan pula semata keindahan, karena banyak yang sepertinya tidak ditujukan untuk keindahan. Di pelbagai budaya, topi kerja ini memiliki bentuk yang berbeda-beda pula. Topi-topi ini sebagian saja dari koleksi Museum Etnologi Nasional, Minpaku, di Osaka, yang dikumpulkan dari beberapa negara Asia Tenggara.
Fotografer: Fery



7.  Kategori foto: Teater -> Properti-set
Panggung teater Noh di Kanazawa, Jepang

Fotografer: Fery



8.  Kategori foto: Seni Rupa -> Tiga-D: Patung-Boneka
Topeng naga, dragon, atau "barong" dari Bolivia
Dalam suatu pameran di Museum Etnologi Nasional Jepang, Minpaku, Osaka
Fotografer: Fery



9.  Kategori foto: Seni Rupa -> Tiga-D: Patung-Boneka
Topeng
Topeng bertanduk di Jepang biasanya disebut Oni ("jin") baik dalam tradisi istana maupun desa. Jjenisnya banyak sekali, tanduknya ada yang pendek ada yang panjang, demikian juga ekspresi wajahnya ada yang tampak lucu ada yang angker. Topeng ini salah satu dari topeng-topeng teater Noh, dipajang di lobi gedung pertunjukan Noh Kanazawa, Jepang (2009)
Fotografer: Fery



10.  Kategori foto: Alat Musik -> Kordofon
Morinkhur - alat gesek dari Monggolia
Morinkhuur (Morin Khuur = "alat-gesek bkepala-kuda") terdapat di Asia Tengah, lekat dengan budaya Monggolia. Alat ini dimainkan sambil bercerita-bernyanyi (nyanyian naratif). Cerita atau dongengnya banyak tapi hampir semuanya merupakan ekspresi penghargaan atau pujian terhadap kuda (yang sudah mati). Pada waktu penghidupan orang Monggol secara penuh nomad (berpindah-berburu), kuda merupakan yang esensial sebagai "alat" transportasi. Karena itu pula ukiran di bagian kepala Morinkhuur selalu berbentuk kuda. Dahulu, baik penggesek maupun dawaynya juga terbuat dari bulu ekor kuda. Foto ini dari koleksi Museum Etnologi Nasional Jepang, Minpaku, Osaka
Fotografer: Fery
 

0 komentar:

Posting Komentar